Netral

Oleh: Pdt. Ariel Aditya Susanto

The hottest place in hell is reserved for those who remain neutral in times of great moral conflict – Martin Luther King, Jr –

Dengan bahasa yang tajam Pendeta Martin Luther King, Jr pernah berujar:”Tempat terpanas di neraka disediakan bagi mereka yang memilih sikap netral justru di saat-saat konflik moral besar sedang terjadi.”

Sering orang memilih netral karena takut salah. Dan biasanya, orang takut salah (memilih posisi berpihak) karena kuatir pada konsekuensinya. Bisa di-bully, bisa dimaki-maki, bisa dibodoh-bodohkan. Orang-orang tipe seperti ini (biasanya) orientasi hidupnya hanyalah membuat hati semua orang senang dan mencari posisi aman.

Netral juga menjadi pilihan seorang Pontius Pilatus. Ia “…membasuh tangannya…” (Matius 27:24) sebagai tanda pilihannya untuk tidak mengatakan “ya” maupun “tidak” terhadap tuntutan para imam kepala dan tua-tua Yahudi untuk menghukum mati Yesus. Meskipun seorang Romawi, Pilatus memakai kebiasaan Yahudi sebagai sarana simbolis untuk menegaskan posisinya. Sikap simbolis (membasuh tangan untuk menyatakan diri tidak berpartisipasi dalam penumpahan darah) sudah berlaku sejak zaman Perjanjian Lama. Di Ulangan 21: 6-7 misalnya. Disana tertulis: “Dan semua tua-tua dari kota yang paling dekat dengan tempat orang yang terbunuh itu, haruslah membasuh tangannya di atas lembu muda yang batang lehernya dipatahkan di lembah itu, dan mereka harus memberi pernyataan dengan mengatakan: Tangan kami tidak mencurahkan darah ini dan mata kami tidak melihatnya.” Demikian juga pilihan yang diambil Pilatus: tidak ini, tidak itu. Netral, dengan penanda “membasuh tangan.”

Pilihan sikap ini di kemudian hari sering menjadi cemoohan. Ann Wroe dalam Pontius Pilatus pernah menulis: ”Pilatus yang skeptis dan suka mencemooh adalah tokoh sejarah yang membuat orang bertanya-tanya tentang siapa dia. Bagi beberapa orang ia adalah orang suci, bagi yang lain-lain ia adalah sosok yang lemah, contoh khas seorang politikus yang bersedia mengorbankan satu orang demi menjaga kestabilan.” Pilihan untuk bersikap netral, ternyata tak berarti banyak untuk menyelamatkan citranya. Mungkin sejenak, citranya selamat di depan para Yahudi yang sedang dibalut amarah atau sebagian kecil orang Kristen Ethiopia yang sampai hari ini menganggapnya sebagai “orang suci.” Tapi pilihan netral Pilatus tak sanggup menyelamatkan dia dari penilaian negatif mayoritas orang-orang di zaman yang lebih kemudian terhadap gubernur Romawi di Provinsi Yudea ini. Nama “Pilatus” hari ini ibarat sebuah generic brand bagi setiap penggambaran sifat dan sikap negatif seperti: kepengecutan, selfish, cari aman.

KPK atau POLRI? Dimana posisi Anda berdiri?

Semoga jawabannya bukan: “Kalau saya sih netral.” Nanti bisa ditaruh di tempat paling panas di neraka lho…=)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *